A . Pengertian
Bidan
Dalam bahasa inggris , kata Midwife (Bidan)
berarti ”with woman”(bersama wanita , mid= together, wife=a woman. Dalam bahasa
perancis, sage femme ( bidan ) berarti ” wanita bijaksana, sedangkan dalam
bahasa latin, cum-mater ( bidan) berarti ”berkaitan dengan wanita”.
KEPMENKES NOMOR 900/MENKES/SK/VII/2002
bab 1 pasal 1 : Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti
program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku.
International Confederation of Midwife bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan
pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan
diberi izin untuk melaksanakan praktek kebidanan di negara itu. Bidan dalam
bahasa Inggris berasal dari kat WIDWIFE yang artinya Pendamping wanita,
sedangkan dalam bahasa Sanksekerta ”Wirdhan” yang artinya : Wanita Bijaksana.
Bidan merupakan profesi yang diakui
secara nasional maupun internasional dengan sejumlah praktisi di seluruh
dunia. Pengertian bidan dan bidang prakteknya secara internasional telah diakui
oleh International Confederation of Midwives (ICM) tahun 1972 dan International
Federation of International Gynaecologist and Obstetritian (FIGO) tahun 1973,
WHO dan badan lainnya. Pada tahun 1990 pada pertemuan dewan do Kobe, ICM
menyempurnakan defenisi tersebut yang kemudian disahkan oleh FIGO (1991) dan
WHO (1992).
Bidan adalah seseorang yang telah
menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh
kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu.
Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang
dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil persalinan dan masa pasca persalinan
(post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta
asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Dengan memperhatikan aspek sosial
budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah : ”Seorang prempuan yang lulus dari
pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah
negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk
diregister, sertifikasi atau secara syah mendapat lisensi untuk menjalankan
praktek kebidanan.
B. Pengertian
Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu
profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi
dan lisensi yang khusus untuk bidan profesi tersebut.
C. Pengertian Karir
Karir
mempunyai 3 pengertian yang berbeda, diantaranya:
1. Karir
sebagai suatu rangkaian promosi jabatan atau mutasi ke jabatan yang lebih
tinggi dalam jenjang hirarki yang dialami oleh seorang tenaga kerja selama masa
kerjanya.
2. Karir
sebagai suatu penunjuk pekerjaan yang memiliki gambaran atau pola pengembangan
yang jelas dan sistematis.
3. Karir
sebagai suatu sejarah kedudukan seseorang, suatu rangkaian pekerjaan atau
posisi yang pernah dipegang seseoranga selama masa kerjanya. Oleh karena itu,
pengertian yang terakhir ini sangat luas dan umum, karena setiap orang pasti
mempunyai sejarah pekerjaan yang berarti setiap orang pasti mempunyai karir.
D. Bidan Sebagai Profesi
Sebagai anggota profesi, bidan
mempunyai ciri khas yang khusus sebagai pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan. Bidan mempunyai tugas yang sangat
unik, yaitu :
1.
Selalu
mengedepankan fungsi ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya
2.
Memiliki kode
etik dengan serangkaian pengetahuan ilmiah yang didapat melalui proses
pendidikan dan jenjang tertentu.
3.
Keberadaan
bidan diakui memiliki organisasi profesi yang bertugas meningkatkan mutu
pelayanan kepada masyarakat.
4. Anggotanya menerima jasa atas pelayanan
yang dilakukan dengan tetap memegang teguh kode etik profesi.
Bidan sebagai
profesi memiliki ciri-ciri tertentu yaitu:
1.
Bidan disiapkan
melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya secara profesional.
2.
Bidan memiliki
alat yang dijadikan panduan dalam menjalankan profesinya, yaitu standar
pelayanan kebidanan, kode etik, dan etika kebidanan.
3.
Bidan memiliki
kelompok pengettahuan yyang jelas dalam menjalankan profesinya.
4.
Bidan memiliki
kewenangan dalam menjalankan tugasnya.
5.
Bidan
memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
6.
Bidan memiliki
organisasi profesi.
7.
Bidan memiliki
karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan masyarakat.
8.
Profesi bidan
dijadikan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama penghidupan.
Kewajiban
Bidan terhadap Profesinya
1.
Setiap bidan
harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan
menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu pada
masyarakat.
2. Setiap biadan harus senantiasa
mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perilaku Profesional Bidan
1. Bertindak
sesuai keahliannya
2. Mempunyai
moral yang tinggi
3. Bersifat
jujur
4. Tidak
melakukan coba-coba
5. Tidak
memberikan janji yang berlebihan
6.
Mengembangkan kemitraan
7. Terampil
berkomunikasi
8. Mengenal
batas kemampuan
9. Mengadvokasi
pilihan ibu
Peraturan Dan Perundangan Yang Mendukung Keberadaan Profesi Bidan
1.
Kepmenkes No.
491/1968 tentang peraturan penyelenggaraan sekolah bidan.
2.
No.
363/Menkes/Per/IX/1980 tentang wewenang bidan
3.
No.
386/Menkes/SK/VII/1985 tantang penyelenggaraan program pendidikan Bidan.
4.
No.
329/Menkes/VI/Per/1991 tentang masa bakti bidan.
5.
Instruksi
Presiden Soeharto pada sidang kabinet Paripurna tentang perlunya penempatan
bidan di desa.
6.
Peraturan
Mentri Kesehatan RI No. 572 th 1994 tentang registrasi dan praktek bidan.
7.
Peraturan
Pemerintah No. 32 th 1996 lembaran negara No. 49 tentang tenaga kesehatan.
8.
Kepmenkes No.
077a/Menkes/SK/III/97 tentang petujuk teknis pelaksaan masa bakti bidan PTT dan
pengembangan karir melalui praktek bidan perorangan di desa.
9.
Surat Keputusan
Presiden RI No. 77 th 2000 tentang perubahan atas keputusan Presiden No. 23 th
1994 tentang pengangkatan bidan sebagai PTT.
E. Pengembangan Profesi Bidan
Asuhan kebidanan yang berpusat pada wanita (735),
menempatkan orang orang yang menggunakan pelayanan kesehatan di pusat asuhan
telah menjadi kebijakan pemerintah dalam 10 tahun terakhir, sebagian disebabkan
oleh tekanan dari masyarakat dalam menyediakan semua asuhan kesehatan.
Perhatian wanita tentang jenis pelayanan yang didapat telah menjadi momentum
yang ditunggu tunggu sejak tahun 1960-an, setelah diperkenalkannya teknologi
dan teknik yang lebih invasif.
Organisasi dan pola asuhan telah menjadi lebih kompleks dan
pelayanan menjadi lebih terkotak-kotak dengan banyak perselisihan tentang siapa
yang harus mengatur kelahiran bayi dan dimana tempatnya (curell, 1990; House of
Commons Health Committee,1992)
Ketetapan pelayanan yang lebih sensitif melibatkan wanita
dalam perencanaan dan pemantauan pelayanan, juga mampu menentukan elemen-elemen
perawatan apa yang mereka terima. Organisasi perlu mendukung para staf untuk
menciptakan lingkungan positif yang membantu perkembangan lembaga dan
memfasilitasi perubahan. Wanita umumnya merasa puas dengan pelayanan tetapi ada
beberapa hal yang memerlukan peningkatan. Yang jelas, perlu dilakukan suatu
pendekatan yang terfokus dan kolaboratif oleh oleh para bidan, tenaga medis dan
yang lainnya jika mereka hendak maju ke depan dan bekerja sama dengan kaum
wanita, kuncinya adalah keterlibatan ssemua pihak. Pencapaian pelayanan yang
berpusat pada wanita membutuhkan suatu komitmen dari setiap orang yang peduli,
tidak hanya mereka yang mengatur penggunaan sumber-sumber mereka yang bertindak
sebagai pemberi asuhan (dokter,bidan dan lainnya).
Kirkham (1996) menyatakan bahwa kita dipengaruhi oleh masa
lalu kita dan proses profesionalisasi telah menciptakan dilema dalam tiga tahap
hubungan dengan para bidan, kaum wanita dan tenaga profesional yang lain.
Hubungan ini menjadi dasar bagaimana kita melakukan praktik yang perlu
dikembangkan.
Para bidan memiliki kekuatan untuk membantu memperbaiki
pelayanan maternitas, untuk
menjadikannya sebagai suatu pelayanan yang berpusat pada wanita. Inti kebidanan
adalah konsep asuhan sehingga para bidan harus lebih
peka terhadap tanggung jawab mereka pada wanita
yang mereka asuh. Sebuah filosofi kebidanan (Philosophy for Midwifery) yang
dikeluarkan pada tahun 1991 oleh Royal College of
Midwives, tertulis sebagai berikut : Tujuan profesi kebidanan adalah
menyediakan suatu pelayanan yang memfasilitasi rasa aman dan kepuasan wanita
yang mengalami perubahan menjadi ibu. Ini adalah pencapaian yang sangat prinsip
dari suatu proses dukungan,perawatan,bimbingan,pengawasan dan pendidikan.
Kebutuhan wanita yang unik dan personal dalam masa usia subur mereka adalah
pusat dari pelayanan ini.
Telah dipahami bahwa jika bidan akan bergerak ke pelayanan
yang benar –benar berpusat pada wanita maka mereka membutuhkan perubahan dalam
struktur organisasi dan sistem operasional,demikian pula dengan persiapan demi
kepentingan setiap praktisi.
Dasar dari suatu pelayanan membutuhkan pembicara yang baik,
suatu sistem yang menunjukkan pilihan dan suatu pelayanan informasi yang :
1. Mengindikasikan
apa yang diharapkan kaum wanita secara tepat
2. Memungkinkan
wanita untuk memiliki kepercayaan diri dalam membuat keputusan setelah
diberikan informasi yang relevan.
3. Melibatkan
wanita dalam perawatannya
4.
Tidak diragukan jika bidan dan wanita
bekerja sama maka mereka
adalah kekuatan yang sangat dahsyat untuk perubahan. Mungkin pertanyaan
terpenting adalah “ apakah bidan dan wanita menginginkan suatu perubahan ?” Asuhan
berpusat pada wanita hanya akan menjadi suatu praktik nyata jika bidan dan
wanita menginginkannya.
Pengkajian
rencana untuk asuhan berpusat pada wanita
1.
Bagaimana kesinambungan pemberi
asuhan ditingkatkan ?
2.
Apa jenis pilihan yang diberikan
pada kaum wanita?
3.
Bagaimana koping bidan terhadap pola
kerja baru yang diperkenalkan dalam nama asuhan berpusat pada wanita?
4.
Apa implikasi pelatihan dan
pendidikan?
5.
Apakah hubungan interprofesional
dipengaruhi dan jika memang demikian, bagaimana?
6.
Bagaimana perencanaan diterima oleh
kaum wanita?
7.
Berapa banyak biaya perencanaan,
yang mungkin lebih penting berapa biaya pastinya dan apakah hal itu sebanding?
Bagaimanapun, perubahan tidak akan terjadi kecuali kaum
wanita merasa percaya diri, mampu memberdayakan, mengembangkan dan mendukung
diri mereka sendiri. Bagian dari pemberdayaan adalah memiliki informasi yang
baik tentang apa yang harus ditawarkan dan peka terhadap pilihan yang ada.
Pengetahuan adalah kekuatan tapi mengetahui bagaimana menggunakannya adalah pemberdayaan.
Para bidan dan ahli obstetrik harus peka terhadap masalah
ini dan harus secara konstan mengawasi dan mengevaluasi praktik
mereka,memastikan bahwa mereka menyediakan tipe asuhan yang dapat diakses,
aman, menguntungkan dan dapat diterima oleh kaum wanita. Perjalanan praktik ke
masa depan harus dalam lingkup kerja sama, bidan dan ahli obstetrik secara
aktif mendengarkan wanita, yang mereka katakan untuk mengetahui apa yang
mereka inginkan dan mengapa, serta memperhatikannya. Dalam perkataan proust,
mereka perlu melihat dengan mata yang baru : “Perjalanan nyata dari suatu
penemuan bukanlah mencari daratan baru tetapi melihat dengan mata yang baru”
(proust).
Melahirkan anak tidak berubah, yang berubah adalah para
bidan, ahli obstetrik dan para wanita; itulah sebabnya mendengarkan menjadi
sangat penting.
Contoh
Inovasi Dalam Kebidanan
Akupuntur
(ampuh atasi masalah kesuburan) adalah ilmu akupuntur yang menerapkan prinsip
biomedik dalam teori dan prakteknya, dan dilaksanakan oleh seorang dokter
spesialis akupuntur medis.
Water
Birthing adalah sebuah cara persalinan didalam air yang hangat, ibu yang hendak
melahirkan dimasukkan ke dalam sebuah kolam bersalin khusus yang berisi air
hangat dan besarnya kira-kira berdiameter 2 meter.
Hypnobirthing
adalah metode yang berakar pada ilmu hypnosis dengan metode pendekatan kejiwaan
yang memberi kesempatan kepada wanita untuk berkonsentrasi, fokus dan rileks.
F. Pengembangan Karir Bidan
Pengembangan
karir bidan adalah perjalanan pekerjaan seseorang dalam organisasi sejak
diterima dan berakhir pada saat tidak lagi bekerja diorganisasi tersebut.
Pengembangan karir (career
development) menurut Mondy meliputi aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan
seorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan.
Ada
beberapa prinsip pengembangan karir yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pekerjaan
itu sendiri mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan karir. Bila
setiap hari pekerjaan menyajikan suatu tantangan yang berbeda, apa yang
dipelajari di pekerjaan jauh lebih penting daripada aktivitas rencana
pengembangan formal.
2. Bentuk
pengembangan skill yang dibutuhkan ditentukan oleh permintaan pekerjaan yang
spesifik. Skill yang dibutuhkan untuk menjadi supervisor akan berbeda dengan
skill yang dibutuhkan untuk menjadi middle manager.
3. Pengembangan
akan terjadi hanya jika seorang individu belum memperoleh skill yang sesuai
dengan tuntutan pekerjaan. Jika tujuan tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh
seorang individu maka individu yang telah memiliki skill yang dituntut
pekerjaan akan menempati pekerjaan yang baru.
4. Waktu
yang digunakan untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi dengan
mengidentifikasi rangkaian penempatan pekerjaan individu yang rasional.
(Mondy,1993,p.362 dan 376).
Pengembangan karir (career
development) terdiri dari:
1. Perencanaan
karir (career planning), yaitu suatu proses dimana individu
dapat mengidentifikasi dan mengambil langkah langkah untuk mencapai
tujuan-tujuan karirnya. Perencanaan karir melibatkan pengidentifikasian
tujuan-tujuan yang berkaitan dengan karir dan penyusunan rencana-rencana untuk
mencapai tujuan tersebut.
2. Manajemen
karir (career management). proses dimana organisasi memilih,
menilai, menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna menyediakan suatu
kumpulan orang-orang yang berbobot untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dimasa
yang akan datang. (Simamora, 2001:504)
Berdasarkan
pengertian di atas maka terdapat tanggung jawab yang berbeda antara
individu/pegawai dan organisasi dalam mengelola karir.
Tujuan dari pengembangan karir
bidan, diantaranya:
1.
Mendapatkan persyaratan menempati
posisi/jabatan tertentu.
2.
Mengusahakan pengembangan karir karena
tidak otomatis tercapai, terganutng pada lowongan/jabatan, keputusan dan
tergantung presensi pimpinan.
Peraturan, ketentuan dan cara
pengembangan karir terdapat pada:
1.
Permen neg Pendayagunaan Aparatur
Negara No:01/PER/M.PAN/1/2008
2.
Juklak Jafung bidan dalam angka
kredit
Pendidikan Berkelanjutan
Pendidikan Berkelanjutan adalah
Suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, hubungan antar manusia dan
moral bidan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan / pelayanan dan standar yang
telah ditentukan oleh konsil melalui pendidikan formal dan non formal.
Dalam mengantisipasi tingkat
kebutuhan masyarakat yang semakin bermutu terhadap pelayanan kebidanan,
perubahan-perubahan yang cepat dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat dan
perkembangan IPTEK serta persaingan yang ketat di era global ini diperlukan
tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan yang berkualitas baik tingkat
pengetahuan, ketrampilan dan sikap profesionalisme.
IBI sebagai satu-satunya wadah bagi
bidan telah mencoba berbuat untuk mempersiapkan perangkat lunak melalui
kegiatan-kegiatan dalam lingkup profesi yang berkaitan dengan tugas bidan
melayani masyarakat diberbagai tingkat kehidupan. Oleh karena IBI bertanggung
jawab untuk mendorong tumbuhnya sikap profesionalisme bidan melalui kerjasama harmonis
dengan berbagai pihak terutama dengan pemerintah. Karena keberadaan IBI di
tengah-tengah anak bangsa merupakan pengabdian profesi dan juga kehidupan bidan
sendiri. Oleh karena itu, IBI berperan aktif dalam berbagai upaya yang
diprogramkan pemerintah baik pada tingkat pusat maupun tingkat daerah sampai
ketingkat ranting. Namun semua keterlibatan itu diupayakan untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia dan sekaligus meningkatkan kualitas bidan sebagai
pelayan masyarakat, khususnya pelayanan ibu dan anak dalam siklus kehidupannya.
Untuk itu pendidikan bidan seyogyanya dirancang dengan memperhatikan
factor-faktor yang mendukung keberadaan bidan ditengah-tengah kehidupan
masyarakat.
Pengembangan pendidikan kebidanan
seyogyanya dirancang secara berkesinambungan, berjenjang dan berlanjut sesuai
dengan prinsip belajar seumur hidup bagi bidan yang mengabdi ditengah-tengah
masyarakat. Pendidikan yang berkelanjutan ini bertujuan untuk mempertahankan
profesionalisme bidan baik melalui pendidikan formal, maupun pendidikan non
formal. Namun IBI dan pemerintah menghadapi berbagai kendala untuk memulai
penyelenggaraan program pendidikan tersebut.
Pendidikan formal yang telah
dirancang dan diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta dengan dukungan IBI
adalah program D III dan D IV Kebidanan. Pemerintah telah berupaya untuk
menyediakan dana bagi bidan di sector pemerintah melalui pengiriman tugas
belajar keluar negeri. Di samping itu IBI mengupayakan adanya badan – badan
swasta dalam dan luar negeri khusus untuk program jangka pendek. Selain itu IBI
tetap mendorong anggotanya untuk meningkatkan pendidikan melalui kerjasama
dengan universitas di dalam negeri.
Sedangkan untuk pendidikan
non-formal telah dilaksanakan melalui program pelatihan, magang,
seminar/lokakarya. Dengan bekerjasama antara IBI denagn lembaga internasional
telah pula dilaksanakan berbagai program non-formal dibeberapa provinsi. Semua
upaya tersebut bertujuan meningkatkan kinerja bidan dalam memberikan pelayanan
kebidana yang berkualitas.
Pola pendidikan bidan saat ini masih
dalam tahap penjajakan dan perencanaan. Diharapkan dalam waktu yang tidak
terlalu lama penataksanaan system pendiidikan ini telah selesai dengan
garis-garis.
Undang-Undang
Seksdiknas No.29 Tahun 2003 pasal 19:
1. Pendidikan
tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan mencegah yang mencakup
program pendidikan diploma, sarjana, magister, dan doctor yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi.
2. Pendidikan
tinggi diselenggarakan dengan system terbuka.
Pola pengembangan pendidikan berkelanjutan
telah dikembangkan / dirumuskan sesuai kebutuhan. pengembangan pendidikan
berkelanjutan bidan mengacu pada peningkatan kualitas bidan sesuai dengan
kebutuhan pelayanan. Materi pendidikan berkelanjutan meliputi aspek klinik dan
non klinik.
Jenis
Pendidikan Berkelanjutan yaitu:
1.
Seminar, lokarya
2.
Magang
3.
Pengembangan (manajemen, hubungan
internasional, komunitas)
4.
Keterampilan tekhnis untuk pelayanan
5.
Administrasi
6.
Lain-lain, sesuai dengan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan berkelanjutan bidan
sebagai system memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Komprehensif,
system pendidikan berkelanjutan harus dapat mencakup seluruh anggota profesi
kebidanan.
2.
Berdasarkan analisis kebutuhan,
system pendidikan berkelanjutan menyelenggarakan pendidikan yang berhubungan
dengan tugas dan relevan dengan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
3.
Berkelanjutan,
system pendidikan berkelanjutan menyelenggarakan pendidikan yang
berkesinambungan dan berimbang.
4.
Terkoordinasi secara internal,
system pendidikan berkelanjutan bekerjasama dengan institusi pendidikan dalam
memanfaatkan berbagai sumber daya dan mengelola berbagai program pendidikan
berkelanjutan.
5.
Berkaitan dengan system lainnya,
system pendidikan berkelanjutan memiliki 3 aspek subsistem yang merupakan
bagian dari system-sistem lain di luar system pendidikan berkelanjutan. Ketiga
aspek tersebut adalah:
a.
Perencanaan tenaga kesehatan (health
manpower planning)
b.
Produksi tenaga kesehatan (health
manpower production)
c.
Manajemen tenaga kesehatan (health
manpower management)
Tujuan pendidikan berkelanjutan
adalah:
1.
Pemenuhan standar
2.
Meningkatkan produktivitas kerja
3.
Efisiensi
4.
Meningkatkan kualitas pelayanan
5.
Meningkatkan moral (etika profesi)
6.
Meningkatkan karir
7.
Meningkatkan kemampuan konseptual
8.
Meningkatkan keterampilan
kepemimpinan
9.
Imbalan
10. Meningkatkan
kepuasan konsumen
Sasaran pendidikan berkelanjutan,
yaitu:
1.
Bidan praktik swasta
2.
Bidan berstatus PNS
3.
Tenaga kesehatan lainnya
4.
Masyarakat umum
Job Fungsional
Jabatan
dapat ditinjau dari 2 aspek, yaitu jabatan structural dan jabatan fungsional.
Jabatan structural adalah jabatan yang secara jelas tertera dalam sturktur dan
diatur berjenjang dalam suatu organisasi, sedangkan jabatan fungsional adalah
jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya yang vital dalam
kehidupan masyarakat dan Negara.
Job
fungsional (jabatan fungsional) merupakan kedudukan yang menunjukkan tugas,
kewajiban hak serta wewenang pegawai negri sipil yang dalam melaksanakan
tugasnya diperlukan keahlian tertentu serta kenaikan pangkatnya menggunakan
angka kredit. Jenis jabatan fungsional dibidang kesehatan: Dokter,Dokter
gigi,Perawat, Bidan, Apoteker, Asisten apoteker,Pengawas farmasi makanan dan
minuman,Pranata laboratorium, Entomolog, Epidemiolog, Sanitarian, Penyuluhan
kesehatan masyarakat, Perawat gigi, Administrator kesehatan, Nutrisionis.
Selain
fungsi dan peranannya yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan fungsional
juga berorientasi kualitatif. Seseorang yang memiliki jabatan fungsional berhak
untuk mendapatkan tunjangan fungsional . Dalam konteks ini, dapat dilihat bahwa
jabatan bidan merupakan jabatan fungsional professional sehingga berhak
mendapat tunjangan fungsional.
Pengembangan
karir bidan meliputi karir fungsional dan karir structural. Pada saat ini,
pengembangan karir bidan secara fungsional telah disiapkan dengan jabatan
fungsional sebagai bidan serta melalui pendidikan berkelanjutan, baik secara
formal maupun nonformal, yang hasil akhirnya akan meningkatkan kemampuan
professional bidan dalam melaksanakan fungsinya. Bidan dapat berfungsi sebagai
bidan pelaksana, pengelola, pendidik, peneliti, coordinator, dan penyedia.
Sedangkan
karir bidan dalam jabatan structural bergantung pada tempat bidan bertugas,
apakah di rumah sakit, di puskesmas, di desa, atau di institusi swasta. Karir
tersebut dapat dicapai oleh bidan di tiap tatanan pelayanan kebidanan/kesehatan
sesuai dengan tingkat kemampuan, kesempatan, dan kebijakan yang ada.
G. Peran bidan
1.
Sebagai pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan
melaksanakannya sebagai tugas mandiri, kolaborasi / kerjasama dan
ketergantungan.
Tugas Mandiri :
1.
Menerapkan manajemen kebidanan pada
setiap asuhan kebidanan yang diberikan.
2.
Memberikan pelayanan pada anak dan
wanita pra nikah dengan melibatkan klien.
3.
Memberikan asuhan kebidanan kepada
klien selama kehamilan normal.
4.
Memberikan asuhan kebidanan kepada
klien dalam masa persalinan dengan melibatkan klien / keluarga.
5.
Memberikan asuhan kebidanan pada
bayi baru lahir.
6.
Memberikan asuhan kebidanan pada
klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien / keluarga.
7.
Memberikan asuhan kebidanan pada
wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana.
8.
Memberikan asuhan kebidanan pada
wanita dengan gangguan system reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium dan
menopause.
9.
Memberikan asuhan kebidanan pada
bayi, balita dengan melibatkan keluarga.
Tugas Kolaborasi
1.
Menerapkan manajemen kebidanan pada
setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan
keluarga.
2.
Memberikan asuhan kebidanan pada ibu
hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
3.
Memberikan asuhan kebidanan pada ibu
dalam masa persalinan dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang
memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan
klien dan keluarga.
4.
Memberikan asuhan kebidanan pada ibu
dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan
kegawat daruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan klien dan
keluarga.
5.
Memberikan asuhan kebidanan pada
bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi serta
kegawat daruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan
keluarga.
6.
Memberikan asuhan kebidanan pada
balita dengan resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi atau kegawatan yang
memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.
Tugas Ketergantungan / Merujuk
1.
Menerapkan manajemen kebidanan pada
setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga.
2.
Memberikan asuhan kebidanan melalui
konsultasi dan rujukan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan kegawat
daruratan.
3.
Memberikan asuhan kebidanan melalui
konsultasi dan rujukan pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan
melibatkan klien dan keluarga.
4.
Memberikan asuhan kebidanan melalui
konsultasi dan rujukan pada ibu masa nifas dengan penyulit tertentu dengan
melibatkan klien dan keluarga.
5.
Memberikan asuhan kebidanan pada
bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatan yang memerlukan
konsultasi dan rujukan dengan melibatkan keluarga.
6.
Memberikan asuhan kebidanan kepada
anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatan yang memerlukan konsultasi
dan rujukan dengan melibatkan klien / keluarga.
2.
Sebagai pengelola
Mengembangkan
pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan
masyarakat / klien.
1. Bersama
tim kesehatan dan pemuka masyarakat mengkaji kebutuhan terutama yang
berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan dan mengembangkan
program pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
2. Menyusun
rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian dengan mayarakat.
3. Mengelola
kegiatan – kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan
anak serta KB sesuai dengan program.
4. Mengkoordinir,
mengawasi dalam melaksanakan program / kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan
anak serta KB.
5. Mengembangkan
strategi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan
anak serta KB termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada program dan
sektor terkait.
6. Mengerakkan,
mengembangkan kemampuan masyarakat dan memelihara kesehatannya dengan
memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
7. Mempertahankan,
meningkatkan mutu dan kegiatan-kegiatan dalam kelompok profesi.
8. Mendokumentasikan
seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.
Berpartisipasi
dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sector lain di wilayah
kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan dan tenaga
kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya.
1. Bekerjasama
dengan puskesmas, institusi sebagai anggota tim dalam memberikan asuhan kepada
klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
2. Membina
hubungan baik dengan dukun, kader kesehatan / PLKB dan masyarakat.
3. Memberikan
pelatihan, membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain.
4. Memberikan
asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.
5. Membina
kegiatan – kegiatan yang ada di masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan.
3.
Sebagai pendidik
Memberikan
pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang berhubungan
dengan pihak terkait kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana.
1. Bersama
klien pengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat
khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana.
2. Bersama
klien pihak terkait menyusun rencana penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai
dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang.
3. Menyiapkan
alat dan bahan penddikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
4. Melaksanankan
program / rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai dengan
rencana jangka pendek dan jangka panjang melibatkan unsur – unsur yang terkait
termasuk masyarakat.
5. Bersama
klien mengevaluasi hasil pendidikan / penyuluhan kesehatan masyarakat dan
menggunakannya untuk memperbaiki dan meningkatkan program dimasa yang akan
datang.
6. Mendokumentasikan
semua kegiatan dan hasil pendidikan / penyuluhan kesehatan masyarakat secara
lengkap dan sistematis.
Melatih
dan membimbing kader termasuk siswa bidan serta membina dukun di wilayah atau
tempat kerjanya.
1. Mengkaji
kebutuhan latihan dan bimbingan kader, dukun dan siswa.
2. Menyusun
rencana latihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian.
3. Menyiapkan
alat, dan bahan untuk keperluan latihan bimbingan peserta latih sesuai dengan
rencana yang telah disusun.
4. Melaksanakan
pelatihan dukun dan kader sesuai dengan rencana yang telah disusun dengan
melibatkan unsur – unsur terkait.
5. Membimbing siswa bidan dalam lingkup
kerjanya.
6. Menilai
hasil latihan dan bimbingan yang telah diberikan.
7. Menggunakan
hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan.
8. Mendokumentasikan
semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan dan bimbingan secara
sistematis dan lengkap.
4.
Sebagai peneliti
Melakukan
investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri
maupun secara kelompok.
1. Mengidentifikasi
kebutuhan investigasi yang akan dilakukan
2.
Menyusun rencana kerja pelatihan
3.
Melaksanakan investigasi sesuai
dengan rencana
4.
Mengolah dan menginterpretasikan
data hasil investigasi
5.
Menyusun laporan hasil investigasi
dan tindak lanjut
6.
Memanfaatkan hasil investigasi untuk
mningkatkan dan mengembangkan program kerja
atau pelayanan kesehatan.
H.
Fungsi Bidan
Fungsi Pelaksana
1.
Melakukan bimbingan dan penyuluhan
kepada individu, keluarga dan masyarakat remaja masa pra perkawinan.
2.
Melakukan asuhan kebidanan bagi ibu
hamil normal, kehamilan dengan kasus patologis terntu dan kehamilan denagn
risiko tinggi.
3.
Menolong persalinan normal.
4.
Merawat bayi setelah lahir normal
dan bayi dengan resiko tinggi.
5.
Melakukan asuhan kebidanan bagi ibu
nifas.
6.
Memelihara kesehatan ibu dalam masa
menyusui.
7.
Melakukan pelayanan kesehatan pada
anak balita dan pra sekolah.
8.
Memberi pelayanan kelurga berencana
sesuai dengan wewenang.
9.
Memberikan bimbingan dan penyuluhan
kesehatan terhadap gangguan system reproduksi termasuk wnaita pada masa
klimakterium internal dan menopause sesuai dengan wewenangnya.
Fungsi Pengelola
1.
Mengembangkan konsep kegiatan
pelayanan kebidanan bagi individu, kelompok, dan kelompok masyarakat, sesuai
dengan kondisi kebutuhan masyarakat setempat yang didukung oleh partisipasi
masyarakat.
2.
Menyusun rencana pelaksana pelayanan
kebidanan di lingkungan unit kerjanya.
3.
Mengkoordinasikan kegiatan pelayanan
kebidanan yang dipimpin oleh bidan.
4.
Melakukan kerjasama dan komunikasi
inter dan antar sector dalam kaitannya dengan pelayanan kebidanan.
5.
Mengevaluasi hasil kegiatan tim atau
unti pelayanan kebidanan yang dipimpin oleh bidan.
Fungsi Pendidik
1.
Memberikan penyuluhan kepada
individu, keluarga, dan kelompok masyarakat dalam kaitan pelayanan kebidanan di
ruang lingkup kesehatan dan keluarga berencana.
2.
Membimbing dan melatih dukun dan
kader kesehatan sesuai dengan bidang tanggung jawab bidan.
3.
Mendidik pesreta didik bidan sesuai
dengan keahliannya.
Fungsi Peneliti
1.
Melakukan evaluasi, pengkajian,
survey, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau bersama di dalam suatu
kelompok, dalam ruang lingkup pelayanan kebidanan.
2.
Melakukan penelitian kesehatan
keluarga dan kelurga berencana.
I.
Tanggung Jawab Bidan
Sebagai
tenaga professional, bidan memiliki tanggung jawab dalam melaksakan tugasnya.
Dan bidan harus dapat mempertahankan tanggung jawabnya tersebut bila terjadi
gugatan terhadap tindakan yang dilakukannya. Berikut ini beberapa tanggung
jawab bidan:
1.
Tanggung jawab bidan terhadap
perundang-undangan
2.
Tanggung jawab bidan terhadap
pengembangan kompetensi
3.
Tanggung jawab bidan terhadap
penyimpanan catatan kebidanan
4.
Tanggung jawab bidan terhadap
keluarga yang dilayani
5.
Tanggung jawab bidan terhadap
profesi
6.
Tanggung jawab bidan terhadap
masyarakat
Pelayanan kebidanan adalah seluruh
tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan dalam system pelayanan
kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya
ibu dan anak. Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan ibu dan bayinya. Layanan kebidanan oleh bidan dapat
dibedakan meliputi:
1.
Layanan
kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab
bidan.
2.
Layanan
kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara
bersama sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian
pelayanan kesehatan.
3.
Layanan
kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab layanan oleh bidan
kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun
pengambil alihan tanggung jawab layanan/ menerima rujukan dari penolong
persalinan lainnya seperti rujukan
Pada
zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi.
Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (Zaman Gubernur
Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertololongan persalinan,
tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih
kebidanan. Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang
Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 dibuka pendidikan Dokter Jawa di
Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu
ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat,
Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu Kebidanan diberikan sukarela. Seiring
dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut pada tahun 1851 dibuka pendidikan
bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W
Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun
dan bidan.
Pada tahun 1952 mulai diaakan pelatihan bidan secara
formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan
pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara
menyeluruh di masyarakat dilakukan melaui kursus tambahan yang dikenal dengan
istilah Kursus Tambahan Bidan pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya
dilakukan pula di kota-kota besar lain di Nusantara. Seiring dengan pelatihan
tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan
terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) pada tahun 1957. Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan
secara merata dan dekat dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui instruksi
Presiden secara lisan pada sidang kabinet tahun 1992 tentang perlunya mendidik
bidan untuk penempatan bidan di desa.
Bidan
dalam melaksanakan peran fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan
kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu
mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan
kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Permenkes tersebut dimulai dari :
a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang
bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal
secara mandiri didampingi
tugas lain.
b. Permenkes No. 363/XI/1980, yang
kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang
bidan dibagi menjadi 2 yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila
bidan melaksanakan
tindakan khusus dibawah pengawasan dokter.
c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini
mengatur tentang registrasi dan praktek bidan.
Dalam wewenang tersebut mencakup :
a. Pelayanan kebidana yang meliputi
pelayanan ibu dan anak
b. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
c. Pelayanan kesehatan masyarakat
d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002
tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996.
Dalam
melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi konsultasi dan merujuk sesuai
dengan kondis pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan darurat bidan
juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan
jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan
praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta
berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002
tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini
mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan
mandiri.
J. Perkembangan
Pendidikan Kebidanan
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan
perkembangan pelayanan kebidanan. Keduannya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan
pelayanan kebidanan. Yang dimaksud
dalam pendidikan ini adalah pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan bidan
dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851 seorang dokter
militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di
Batavia. Pada tahun 1935 -1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan
lulusan Mulo (setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah
bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB
Palang Dua dan RS Mardi Waluyo Semarang. Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah
bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan
3 tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak maka
dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenjang Kesehatan E atau
Pembantu Bidan. Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima
lulusan dari Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan
yang disebut Sekolah Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK). Pendidikan ini tidak
dilaksanakan secara merata di seluruh propinsi. Pada tahun 1974 mengingat jenis
tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 kategori), Departemen Kesehatan
melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan
ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga
multi purpose di lapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan
normal.
Pada
tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama 10
tahun tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada
dan hidup secara wajar. Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program
B yang perserta didiknya dari lulusan Akademi Perawat dengan lama pendidikan
satu tahun. Tujuan program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada
Program Pendidikan Bidan A. Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan
Program C yang menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di
11 propinsi dengan waktu 6 semester. Selain program pendidikan di atas pada
tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan program Pendidikan Bidan Jarak
Jauh di tiga propinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan
Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Health
(MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten.
Pelatihan LSS dan APN tidak hanya untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru,
dosen-dosen dari Akademi Kebidanan. Selain melalui pendidikan normal dan
pelatihan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan juag diadakan seminar dan
lokakarya organisasi. Lokakarya organisasi dengan materi pengembangan organisasi
dilaksanakan setiap tahun sebanyak 2 kali mulai tahun 1996 sampai 2000 dengan
biaya dari UNICEP. Tahun 2000 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
tentang D-IV Kebidanan di FK UGM, FK UNPAD dan tahun 2002 di FK USU. Tahun 2005
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang S2 Kebidanan di FK UNPAD.
GOOD LUCK...:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar